Minggu, 15 Januari 2012

EPILEPSI

Keputusan memulai pengobatan dengan antiepilepsi dan pemilihan pengobatan tergantung kepada frekuensi kejang, adanya gangguan secara neurologi, teridentifikasinya sindrom epilepsy dan harapan terhadap anak kehidupannya. Untuk anak kebanyakan, epilepsy dikontrol dengan pemberian antiepilepsi tunggal. Tujuan dari pengobatan adalah untuk mencegah kejang berulang dengan memberikan dosis pengobatan yang efektif dari satu atau lebih obat antiepilepsi. Penyesuaian dosis dengan hati-hati penting . dimulai dengan dosis rendah dan dinaikkan
secara bertahap sampai kejang terkontrol atau atau efek samping yang signifikan14.

Pendekatan Umum
Pendekatan umum terapi meliputi identifikasi tujuan, penilaian tipe kejang dan frekuensi terjadinya kejang, pengembangan rencana perawatan dan rencana evaluasi lanjutan. Selama fase penilaian, sangat kritis untuk menemukan diagnosis yang akurat terhadap tipe kejang dan menentukan jenis obat epilepsi yang cocok.
Karakteristik pasien seperti umur, kondisi medis, kemampuan untuk menyelesaikan pengobatan, juga perlu ditelusuri karena hal tersebut bisa mempengaruhi pemilihan obat atau membantu menerangkan alasan ketidakpatuhan pasien untuk melanjutkan terapi, respon yang kurang terhadap pengobatan dan efek samping yang tidak diharapkan.
Jika keputusan telah dibuat untuk memulai terapi obat epilepsi, biasanya monoterapi lebih disukai, dan biasanya 50% sampai 70% dari semua pasien epilepsi bisa terkontrol dengan terapi suatu obat. Meski demikian, banyak juga pasien yang tidak bebas kejang. Dari 35% pasien dengan control yang tidak memuaskan, 10% biasanya bisa dikontrol dengan kombinasi 2 obat. Dari sisanya 25%, 20% nya tetap tidak terkontrol meskipun dengan terapi kombinasi9.

Penghentian Obat Antiepilepsi
Terapi Obat Antiepilepsi untuk mengontrol kejang kemungkinan bisa tidak diberikan seumur hidup. Polifarmasi bisa dikurangi dan beberapa pasien bisa berhenti. Dalam pengurangan polifarmasi, obat yang kurang tepat untuk tipe kejang (atau obat memberikan efek samping yang buruk) harus dihentikan penggunaannya. Dalam beberapa kasus, pengurangan jumlah obat epilepsi yang diterima pasien bisa mengurangi efek samping dan bisa meningkatkan kemampuan kognitif.
Faktor-faktor yang bisa menghentikan pemakaian obat antiepilepsi meliputi periode bebas kejang 2-4 tahun, control kejang komplek dalam onset 1 tahun, dan onset kejang setelah umur 2 tahun tetapi sebelum umur 35 tahun, dan pengujian neurologi yang normal serta EEG9.

Terapi Non Farmakologi
Terapi non farmakologi pada kasus epilepsy mencakup diet, operasi dan stimulasi vagus nerve. Stimulasi vagus nerve merupakan tindakan implantasi medis yang disetujui oleh FDA untuk penggunaannya sebagai terapi penunjang dalam mengurangi frekuensi kejang pada dewasa dan remaja dengan usia lebih dari 12 tahun dengan onset kejang parsial9.
Mekanisme kerja sebagai antikejang dari VNS belum diketahui pada manusia, tetapi studi pada hewan mengindikasikan bahwa VNS mempunyai banyak aktivitas. Studi pada manusia memperlihatkan bahwa VNS mengubah konsentrasi cairan serebrospinal terhadap penghambatan dan stimulasi neurotransmitter dan aktivitas pada area spesifik otak yang mengatur aktivitas kejang melalui peningkatan aliran darah9.
Operasi merupakan terapi pilihan pada pasien tertentu dengan epilepsy focal yang susah disembuhkan. Keberhasilan dilaporkan pada 80-90% terpilih untuk operasi. Dapat terlihat bahwa pembedhan bisa mengurangi resiko kematian, tetapi juga meningkatkan depresi dan kecemasan pada pasien epilepsi9.

Terapi Farmakologi
Penanganan yang optimal terhadap epilepsi memerlukan terapi anti epilepsi yang disesuaikan untuk masing-masing individu khususnya pada kelompok pasien tertentu (seperti anak, wanita yang beresiko melahirkan dan orang tua). Terapi lebih diutamakan dengan satu jenis obat berdasarkan pada tipe kejang dan resiko terjadinya efek samping obat9.

Obat-obat Antiepilepsi
1. Carbamazepine
Carbamazepin (CBZ) merupakan derivat iminostibene yang berhubungan dengan antidepresan trisiklik yang digunakan untuk mengobati tonik klonik . Range teraupetik CBZ yang diterima untuk pengobatan kejang adalah 4-12 mg/ml. ikatan protein plasma berbeda pada masing-masing pasien hal ini karena CBZ terikat pada albumin dan α1-acid glycoprotein (AAG). Pada pasien yang konsentrasinya normal ikatan proteinnya adalah 75-80%. AAG meningkat pada pasien stress, penyakit seperti trauma, gagal jantung dan infark miokard. Pada pasien ini ikatan proteinnya sampai 85-90%. Walaupun ikatan protein plasma CBZ tinggi tetapi sulit untuk dilepaskan oleh obat lain2.
Farmakologi dan mekanisme kerja:
Mekanisme nyata Carbamazepine menakan kejang belum jelas, walaupun CBZ diyakini dapat menghambat channel Na9.
Farmakokinetika:
Absorpsi CBZ dalam bentuk tablet lambat dan tidak teratur karena memiliki kelarutan yang rendah. CBZ tidak melewati firs past metabolism. Makanan dapat meningkatkan bioavailabilty dari obat. Bentuk suspense lebih cepat diabsorpsi dari pada bentuk tablet. CBZ juga tersedia dalam bentuk tablet lepas lambat dan lepas control. CBZ lebih bersifat lipofil.
Lebih dari 98-99 % dari dosis CBZ yang diberikan dimetabolisme di hati, khususnya dengan CYP3A4. Metabolit umum dari CBZ adalah carbamazepine-10,11-epokside yang mempunyai aktivitas antikonvulsan pada hewan dan manusia. CBZ bersifat autoinduksi.
Efek Samping Obat:
Metabolit CBZ adalah karbamazepin-10,11-epoxide yang memiliki efek dan juga bersifat toksik. Konsentrasi epoxide ini bisa lebih tinggi pada pasien dengan penginduksi enzim dan bisa lebih rendah pada pasien dengan inhibitor enzim. Gejala yang berhubungan dengan efek samping obat antara lain mual, muntah, letargi, dizziness, diplopia, unsteadiness, ataksia, dan incoordination. Carbamazepin sendiri juga menginduksi enzim metabolisme hati2.
Parameter monitor klinik yang harus diukur pada pasien ini adalah
- efek samping yang berhubungan dengan konsentrasi
- karena carbamazepin memiliki efek antidiuretik yang berhubungan dengan penurunan kadar hormon antidiuretik, beberapa pasien mungkin mengalami hiponatrium selama penggunaan terapi jangka panjang, dan konsentrasi serum natrium perlu di ukur secara periodic.
- Efek samping hematologi dapat dibagai menjadi dua yaitu
a. Leukopenia yang terjadi pada kebanyakan pasien yang tidak membutuhkan intervensi terapi
b. Efek hematologi yang berat dan membutuhkan terapi untuk dihentikan yaitu trombositopenia, leukopenia (sel darah putih kurang dari 2500 cell/mm2) atau netrofil kurang dari 1000 cel/mm2 atau anemia. Efek samping yang jarnag bisa menyebabkan anemia aplastik, dan agranulositosis.
- Obat menginduksi hepatitis juga pernah dilaporkan pada pasien yang menggunakan CBZ2.

2. Phenobarbital
Mekanisme kerja: Menghentikan kejang dengan menurunkan eksitasi postsinaptik, kemungkinan melalui respon stimulasi inhibitor GABAergic post sinaptik9.
Efek antikonvulsi yang selektif terutama diberikan oleh gugus 5-fenil. Barbiturate bekerja pada seluruh SSP, walaupun pada semua tempat tidak sama kuatnya. Dosis nonanastesi terutama menekan respon pasca sinaps. Penghambatan hanya terjadi pada sinaps GABA-nergik, walaupun demikian efek yang terjadi mungkin tidak semuanya melalui GABA sebagai mediator. Barbiturat memperlihatkan beberapa efek yang berbeda pada eksitasi dan inhibisi transmisi sinaptik. Kapasitas barbiturate membantu kerja GABA sebagian menyerupai benzodiazepine, namun pada dosis yang lebih tinggi bersifat sebagai agonis GABA-nergik, sehingga pada dosis tinggi barbiturate dapat menimbulkan depresi SSP yang berat7.
Phenobarbital meningkatkan ambang kejang dengan berinteraksi dengan reseptor GABA untuk memfasilitasi fungsi saluran Cl- intrasel, menghambat saluran Ca yang mengaktivasi tegangan tinggi. Beberapa aktivitas obat disebabkan oleh kemampuannya menghambat receptor AMPA (amino-3-hydroxy-5-methylisoxazol-4-propionic acid) dan reseptor kainate8.
Efek samping fenobarbital yang umum adalah ataxia, sakit kepala, sedasi, konfusi, dan letargi, nausea, irritabilitas dan hiperaktif, gangguan berpikir dan memori. Penggunaan jangka lama mengakibatkan defisiensi asam folat dan efek samping yang jarang menyebabkan anemia megaloblastik. Tujuan terapi antikejang ini adalah untuk mengurangi frekuensi kejang dan meningkatkan kualitas hidup, dengan efek samping yang minimum. Parameter klinik yang harus dimonitor pada pemakaian obat ini antara lain efek samping, gastrointestinal upset (mual, muntah) ketika menggunakan obat ini. Reaksi idiosinkratik (sangat jarang) yaitu connective tissue disorder, lesi kulit dan blood dyscrasia2.
Parameter farmakokinetik klinik dasar dari fenobarbital sebagai berikut :
- Dieliminasikan terutama melalui (65-70%) melalui metabolisme hati menjadi metabolit inaktif. Lebih kurang 30-35% fenobarbital dikeluarkan melalui urin dalam bentuk yang tidak berubah . Ekresi renal terhadap unchanged fenobarbital tergantung kepada pH, pada pH basa akan meningkatkan klirens ginjal.
- Fenobarbital terikat dengan protein plasma sekitar 50%
- Bioavailabilitas oral fenobarbital mencapai 100%2
Clearence rate (Cl) fenobarbital untuk anak adalah 8 mL/jam/kg, volume distribusinya adalah 0.7 L/kg dan T1/2 nya adalah 60 jam pada anak-anak. Fenobarbital merupakan penginduksi yang poten terhadap obat yang dimetabolisme dihati yaitu enzim CYP1A2, CYP2C9, dan CYP3A4. Oleh karena itu perlu diperhatikan interaksi obat yang mungkin muncul pada pasien yang menggunakan obat ini. Berikut adalah obat-obat yang clearencenya meningkat karena pemakaian bersama dengan fenobarbital yaitu karbamazepin, lamotigrin, asam valproat, siklosporin, nifedipin, diltiazem, verapamil, kontrasepsi oral, antidepresan trisiklik, quinidin, teofilin dan warfarin2.
Toleransi terhadap barbiturate dapat terjadi secara farmakodinamik dan farmakokinetik. Farmakodinamik lebih berperan dalam penurunan efek dan berlangsung lebih lama daripada toleransi farmakokinetik. Toleransi terhadap efek sedasi dan hipnosis terjadi lebih segera dan lebih kuat daripada efek antikonvulsinya. Penderita yang toleran terhadap barbiturat juga toleran terhadap senyawa yang mendepresi SSP, seperti alcohol. Bahkan dapat juga terjadi toleransi silang terhadap senyawa dengan efek farmakologi yang berbeda seperti opioid7.

Keuntungan:
Phenobarbital mempunyai farmakokinetika linear dimana jika dosis digandakan, maka konsentrasi serum juga akan meningkat dua kali lipat. Obat tersedia dalam bentuk oral, solid, oral liquid, IM, IV. Harga obat mudah dijangkau9.
Kerugian
ESO yang sangat signifikan. Obat ini dapat menginduksi enzim dan berinteraksi dengan banyak obat yang dimetabolisme oleh enzim Cytochrome P450. Phenobarbital mempunyai waktu paruh yang panjang9.

3. Ethosuximide
Mekanisme kerja:
Menghambat enzim NHDPH –aldehyd reductase, inhibisi sistem Na K ATPase, menurunkan aktivasi arus Na menghambat channel Ca2+ yang tergantung pada channel K+, inhibisi arus Ca2+ tipe T9.
Farmakokinetik:
Metabolisme terjadi di hati melalui hidroksilasi, menghasilkan metabolit inaktif9.
Efek samping obat:
Efek samping yang paling sering dilaporkan adalah mual dan muntah (lebih dari 40 %) efek ini dapat diminimalisir dengan pemberian dosis yang lebih kecil dan frekuensi pemakaian yang lebih sering. Efek samping lain meliputi mengantuk, lelah, lethargy, pusing, cegukan dan sakit kepala. Efek yang jarang timbul adalah reaksi idiosinkratik, seperti ruam, lupus dan kelainan darah9.
Keuntungan:
Obat ini sangat befektif pada pengobatan pilepsi tanpa kejang, mempunyai toleransi yang baik dan mempunyai interaksi farmakokinetik9.
Kerugian:
Obat ini mempunyai efektifitas spektrum yang sempit9.

4. Felbamate
Mekanisme kerja:
Bekerja sebagai antagonis reseptor glisin pada reseptor N-methyl D-aspartat (NMDA). Aksi ini menghambat inisiasi dan perkembangan kejang. Obat ini juga menghambat peningkatan stimulasi NMDA/glycine pada Ca2+ intrasel9.
Farmakokinetik:
Absorbsi felbamate cepat dan baik. Absorbsi tidak dipengaruhi oleh makanan dan antasid. 40-50 % dosis felbamate dimetabolisme melalui hidroksilasi dan konyugasi di hati. Metabolisme dieksresikan melalui urin. Felbamate menggambarkan farmakokinetik linier9
Efek samping obat:
Anorexia, turunnya berat badan, insomnia, mual, sakit kepala. Anorexia dan turunnya berat badan terjadi terutama pada anak-anak dan pasien dengan intake kalori yang sedikit9.
Keuntungan:
Felbamate mempunyai mekanisme kerja yang unik. Obat ini dapat digunakan untuk pengobatan kejang atonik dan efektif pada pengobatan kejang parsial9.
Kelemahan:
Penggunaan felbamate dibatasi pada pasien dengan anemia aplastik dan hepatotoksisitas9.

Tidak ada komentar: