Rabu, 05 September 2012

candesartan

-->
Candesartan cilexetil berbentuk serbuk putih dengan berat molekul 610,67. Praktis tidak larut dalam air dan sedikit larut dalam metanol. Candesartan cilexetil merupakan campuran racemat yang mempunyai satu pusat khiral pada grup cyclohexyloxycarbonyloxy ethyl ester. Setelah pemberian oral candesartan cilexetil mengalami hidrolisis pada sambungan ester menjadi bentuk aktif candesartan yang akhiral.
Mekanisme Kerja
Candesartan termasuk
kelompok Angisotensin Reseptor Bloker (ARB). ARB merupakan kelompok obat yang memodulasi sistem RAS dengan cara menginhibisi ikatan angiotensin II dengan reseptornya, yaitu pada reseptor AT1 secara spesifik. Angiostensin Iidibentuk dari angiostensin I melalui reaksi yang dikatalis oleh angiostensin converting enzyme (ACE, kinase II). Angiotensin II berfungsi sebagai hormon yang meningkatkan tekanan darah dan volume darah dalam beberapa cara. Sebagai contoh, angiotensin II menaikkan tekanan dengan cara menyempitkan arteriola, menurunkan aliran darah ke banyak kapiler, termasuk kapiler ginjal. Angiotensin II merangsang tubula proksimal nefron untuk menyerap kembali NaCl dan air. Hal tersebut akan mengurangi jumlah garam dan air yang diekskresikan dalam urin dan akibatnya adalah peningkatan volume darah dan tekanan darah (Campbell, et al. 2004).
-->
Pengaruh lain angiotensin II adalah perangsangan kelenjar adrenal, yaitu organ yang terletak diatas ginjal, yang membebaskan hormon aldosteron. Hormon aldosteron bekerja pada tubula distal nefron, yang membuat tubula tersebut menyerap kembali lebih banyak ion natrium (Na+) dan air, serta meningkatkan volume dan tekanan darah (Campbell, et al. 2004). Bertambahnya cairan dalam sirkulasi bisa menyebabkan meningkatnya tekanan darah.
Semua kelompok ARB memiliki afinitas yang kuat ribuan bahkan puluhan ribu kali lebih kuat dibanding angiotensin II dalam berikatan dengan reseptor AT1. Akibat penghambatan ini, maka angiotensin II tidak dapat bekerja pada reseptor AT1, yang secara langsung memberikan efek vasodilatasi, penurunan vasopressin, dan penurunan aldosteron, selain itu, penghambatan tersebut juga berefek pada penurunan retensi air dan Na dan penurunan aktivitas seluler yang merugikan (misalnya hipertrofi). Sedangkan Angiotensin II yang terakumulasi akan bekerja di reseptor AT2 dengan efek berupa vasodilatasi, antiproliferasi. Sehingga pada akhirnya rangsangan reseptor AT2 akan bekerja sinergistik dengan efek hambatan pada reseptor AT1.
Blokade reseptor angiostensin II menghambat umpan balik negatif angiostensin II terhadap sekresi renin, tetapi menyebabkan meningkatnya aktivitas renin plasma dan jumlah angiostensin II dalam sirkulasi tidak menghambat aktivitas candesartan terhadap tekanan darah.
-->
FARMAKOKINETIK
Absorpsi: Setelah pemberian oral, bioavailabilitas candesartan adalah sebesar 15% hingga 40%. Setelah konsumsi tablet, konsentrasi serum puncak (Cmax) tercapai setelah 3-4 jam. Makanan tidak mempengaruhi bioavailabilitas candesartan setelah pemberian candesartan.
Distribusi: Volume distribusi candesartan adalah 0,13 L / kg. Candesartan sangat terikat pada protein plasma (> 99%). Pasien diabetic nefropati dengan proteinuria, dan mengalami penurunan kadar protein plasma, beresiko efek toksik apabila diberikan dengan dosis tinggi.
Metabolisme: Candesartan dengan cepat dan lengkap  diaktifasi  melalui hidrolisis ester selama absorpsi dari saluran pencernaan. Candesartan mengalami  metabolisme minor di hati oleh O-deethylation menjadi bentuk  metabolit tidak aktif. Penelitian secara in vitro menunjukkan bahwa sitokrom P450 isoenzim CYP 2C9 terlibat dalam biotransformasi candesartan menjadi metabolit tidak aktif.
Ekskresi: Total klirens plasma candesartan adalah 0,37 mL / menit / kg, dengan klirens ginjal 0,19 mL / menit / kg. Candesartan terutama diekskresikan tidak berubah dalam urin dan feses (melalui empedu). Ekskresi renal candesartan menurun seiring dengan menurunnya fungsi ginjal. Hal ini menyebabkan perpanjangan waktu paruh obat.
Karena ARB dapat meningkatkan konsentrasi kalium dalam darah, menggabungkan candesartan dengan obat lain yang dapat meningkatkan konsentrasi kalium dalam darah, seperti hydrodiuril (Dyazide), spironolakton (aldactone), dan suplemen kalium, dapat menyebabkan peningkatan berbahaya pada kalium darah. Menggabungkan candesartan atau ARB lain dengan obat anti-inflammatory drugs (NSAID) pada pasien yang sudah lanjut usia, volume cairan kurang (termasuk yang pada terapi diuretik), atau dengan fungsi ginjal yang buruk dapat mengakibatkan penurunan fungsi ginjal, termasuk gagal ginjal. Efek ini biasanya reversibel
 
-->
Farmakokinetik pada Populasi khusus
Dewasa
Candesartan cilextil secara cepat dan lengkap diaktifkan secara biologi melalui hidrolisis ester selama absorbsi di saluran gastrointestinal. Candesartan terutama dieksresikan di urin dan feses. Candesartan mengalami metabolime hepatic oleh O-deethylation menjadi metabolit yang tidak aktif. Waktu paruh candesartan adalah sekitar 9 jam. Setelah pemberian tunggal dan berulang, farmakokinetik candesartan berbentuk linier dan untuk dosis oral sampai 32 mg candesartan cilexetil. Candesartan dan metabolit yang tidak aktif tidak terakumulasi dalam serum ketika diberikan dosis satu kali sehari berulang.
Bioavailabilitas candesartan diperkirakan 15%. Setelah pemberian tablet, konsentrasi puncak (Cmax) dicapai setelah 3 sampai 4 jam. Makanan dengan kandungan lemak yang tinggi tidak mempengaruhi bioavailabilitas candesartan setelah pemberian candesartan cilextil.
Pediatrics
Pada anak-anak umur 1-17 tahun, kadar plasma lebih tinggi 10 kali lipat lebih tinggi pada puncaknya (tepatnya 4 jam) dibandingkan 24 jam setelah dosis tunggal diberikan. Anak-anak umur 1 sampai kurang dari 6 tahun, diberikan 0.2 mg/kg sama dengan pemberian dosis dewasa 8 mg. anak yang lebih dari 6 tahun diberikan dosis yang sama dengan dewasa.
Farmakokinetik (Cmax dan AUC) tidak dimodifikasi oleh usia, jenis kelamin atau berat badan. Farmakokinetik Candesartan cilixetil belum diteliti  pada pasien pediatric yang usianya kurang dari 1 tahun.
RAA memiliki peranan penting dalam perkembangan ginjal, RAA menyebabkan perkembangan ginjal abnormal pada mencit yang sangat muda. Anak-anak yang kurang dari 1 tahun tidak boleh menerima candesartan. Pemberian obat-obat yang bekerja secara langsung pada RAA dapat merubah perkembangan ginjal normal.

Geriatric and Sex
Farmakokinetik candesartan telah diteliti pada geriatric (lebih dari 65 tahun) pada kedua jenis kelamin. Konsentrasi plasma candesartan lebih tinggi pada lanjut usia (koncentrasi maksimal sekitar 50% lebih tinggi, dan AUC 80% lebih tinggi) dibandingkan dengan subjek yang lebih muda yang diberikan dosis yang sama. Farmakokinetik berbentuk linier pada lanjut usia, dan candesartan dan metabolit inaktifnya tidak terakumulasi di serum pada subjek ini walaupun pada pemberian berulang satu kali sehari. Penyesuaian dosis awal tidak diperlukan. Tidak ada perbedaan farmakokinetik candesartan antara subjek laki-laki dan wanita.

Renal Insufficiency
Pada pasien hipertensi dengan gangguan ginjal, konsentrasi serum candesartan mengalami peningkatan. Setelah pemberian dosis berulang, AUC dan Cmax menjadi dua klai lipat pada pasien dengan gangguan ginjal berat (kreatinin kliren < 30 mL/min/1.73m2) dibandingkan dengan pasien dengan fungsi ginjal normal. Farmakokinetik candesartan pada pasien hipertensi yang mengalami hemodialisa sama dengan pasien hipertensi dengan gangguan ginjal berat. Candesartan tidak dikeluarkan selama hemodialisa.
Pada pasien gagal jantung dengan gangguan ginjal, AUC 0-72 jam adalah 36% dan 65% lebih tinggi pada gangguan ginjal ringan dan sedang, secara keseluruhan. Cmax 15% dan 55% lebih tinggi pada pasien dengan gangguan ginjal ringan dan sedang.

Hepatic Insufficiency
Farmakokinetik candesartan pada pasien dengan gangguan hati ringan dan sedang dibandingkan dengan orang normal pada pemberian dosis tunggal oral 16 mg candesartan. Peningkatan AUC candesartan 30% pada pasien dengan gangguan hati ringan (Child-Pugh A) dan 45% pada pasien dengan gangguan hati sedang (Chid-Pugh B). Peningkatan Cmax candesartan 56% pada pasien dengan gangguan hati ringan dan 73% pada pasien dengan gangguan hati sedang.

Heart Failure
Farmakokinetik candesartan linear pada pasien dengan gagal jantng (NYHA kelas I dan III) setelah pemberian candesartan dengan dosis 4,8 dan 16 mg. Setelah pemeberian berulang, AUC menjadi dua kali lipat pada pasien ini dibandingkan dengan pasien yang lebih muda dan sehat. Farmakokinetik pada pasien dengan gangguan jantung sama dengan pasien geriatri yang sehat.

FARMAKODINAMIK
Candesartan menghambat efek angiostensin II tergantung pada dosis. Setelah pemberian 1 minggu dosis 8 mg candesartan satu kali sehari, efek inhibisinya adalah sekitar 90% pada konsentrasi puncak, dengan inhibisi yang masih bertahan 50% selama 24 jam. Konsentrasi plasma angisotensin I dan angiostensin II dan Plasma Rennin Activity (PRA), meningkat tergantung dari dosis setelah pemberian oral dan pengulangan dosis candesartan pada psubjek sehat, hipertensi, dan gagal jantung. Aktivitas ACE tidak berubah pada subjek sehat setelah pemberian candesartan berulang. Pemberian dosis candesartan satu kali sehari sampai 16 mg pada subjek sehat tidak mempengaruhi konsentrasi aldosteron plasma, tetapi menurunkan konsentrasi plasma aldosteron ketika diberikan pada dosis 32 mg pada pasien hipertensi. Disamping efek candesartan terhadap sekresi aldosteron, sedikit efek terhadap Natirum serum juga ditemukan.

Hypertension
Uji multiple dosis pada pasien hipertensi, tidak ada perubahan yang signifikan secara klinik dalam fungsi metabolic, termasuk tingkat kolesterol total, trigliserida, glukosa atau asam urat serum. Dalam 12 minggu penelitian dari 161 pasien diabetes tipe 2 dan hipertensi, tidak terjadi perubahan kadar HbA1c.
-->
Heart Failure
Pada pasien gagal jantung, pemberian candesartan lebih besar atau sama dengan 8 mg menurunkan tahanan vaskuler sistemik dan tekenan kapiler pulmonary.
Dosis
Tekanan Darah
dosis yang memberikan respon terhadap tekanan darah adalah 2-32 g. dosis umum yang direkomendasikan adalah dimulai dengan dosis 16 mg satu kali sehari ketika diberikan sebagai terapi tunggal pada pasien yang tidak mengalami penurunan volume tubuh. Candesartan bisa diberikan satu atau dua kali sehari dengan total dosis harian 8 sampai 32 mg. dosis yang lebih besar tidak menunjukkan efek yang lebih besar.  Kebanyakan efek antihipertensiv diperoleh dalam 2 minggu, dan penurunan tekanan darah maksimal terjadi dalam 4-6 minggu.
Pediatric Hypertension 1 to < 17 Years of age
Bisa diberikan satu atau dua dosis terbagi. sesuaikan dosis berdasarkan respon tekanan darah. Untuk pasien yangmengalami penurunan volume tubuh (seperti pasien yang diterapi dengan diuretic, terutama pasien yang mengalami gangguan ginjal) pertimbangkan untuk meberikan dosis yang lebih kecil.
Children 1 to < 6 years of age
Range dosis adalah 0.05 sampai 0.4 mg/kg per hari. dosis awal yang direkomendasikan adalah  0.20 mg/kg (suspense oral).
Children 6 to < 17 years of age:
Untuk anak dengan berat kurang dari 50 kg, range dosisnya aldah 2-16 mg per hari. dosis awal yang dianjurkan 4 sampai 8 mg. untuk yang beratnya lebih dari 50 kg, range dosisnya adalah 4 sampai 32 mg per hari. dosis awal yang direkomendasikan adalah 8 sampai 16 mg. dosis di atas 0.4 mg/kg (1 sampai < 6 tahun) atau 32 mg (6 sampai <17 diuji="diuji" pada="pada" pasien="pasien" pediatric.="pediatric." span="span" tahun="tahun" telah="telah">
Dosing Considerations in Special Populations
Penggunaan pada wanita hamil
Data mengenai penggunaan Candesartan pada wanita hamil sangat terbatas. Data tersebut tidak cukup untuk menyimpulkan mengenai risiko potensial pada fetus ketika menggunakan Candesartan selama trimester pertama. Pada manusia, perfusi ginjal pada fetus, yang tergantung pada perkembangan sistim renin-angiotensin-aldosteron, dimulai pada trimester kedua. Oleh karenanya, risiko pada fetus meningkat jika Candesartan diberikan selama trimester kedua dan ketiga kehamilan. Obat yang bekerja secara langsung terhadap sistim renin-angiotensin ketika diberikan pada wanita hamil pada trimester kedua dan ketiga dapat menyebabkan kelainan pada fetus dan neonatus (hipotensi, disfungsi ginjal, oliguria dan/atau anuria, oligohidramnion, hipoplasia tengkorak, retardasi pertumbuhan intrauterin) serta menyebabkan kematian. 
Kasus seperti hipoplasia paru-paru, wajah yang abnormal dan kontraktur anggota badan juga pernah dilaporkan.  Studi terhadap binatang dengan candesartan cilexetil memperlihatkan kelainan ginjal pada fetus dan neonatus. Mekanismenya dipercaya terkait dengan efek farmakologi terhadap kerja sistim renin-angiotensin-aldosteron.  Berdasarkan informasi diatas, Candesartan tidak boleh digunakan selama kehamilan. Jika diketahui hamil selama pengobatan maka hentikan penggunaan Candesartan.

Penggunaan selama masa menyusui :
Tidak diketahui apakah candesartan diekskresikan pada air susu ibu. Tetapi penelitian pada tikus, candesartan diekskresikan melalui air susu tikus. Karena berpotensi untuk menimbulkan efek samping pada bayi yang menyusu, maka Candesartan tidak boleh diberikan selama menyusui.







INTERAKSI OBAT
Tidak ada interaksi obat yang signifikan yang dilaporkan pada terapi dengan candesartan cilexetil yang diberikan bersama obat lain seperti glyburide, nifedipine, digoxin, warfarin, hydrochlortiazide dan kontrasepsi oral pada volunteer yang sehat, atau pemberian bersama enalapril pada pasien gagal jantung( NYHA kelas II dan III). Karena candesartan tidak dimetabolisme secara signifikan oleh system enzim cytochrom P450 dan pada konsentrasi terapi tidak memberikan pengaruh pada enzim P450, maka interaksi dengan obat yang menghambat atau dimetabolisme oleh enzim tersebut tidak diharapkan.
Pada pasien geriatric, kekurangan cairan (termasuk terapi dengan diuretic), pemberian NSIDs termasuk pemberian penghambat COX2 yang selektif, bersama dengan angiostensinII reseptor antagonis, termasuk candesartan, bisa mengakibatkan penurunan fungsi ginjal, dengan kemungkinan terjadinya gagal ginjal akut, efek ini biasanya bersifat reversible. Monitor secara berkala fungsi ginjal pasien yang menerima candesartan bersama dengan NSID. Efek anti hipertensi angiostensin II reseptor antagonis, termasuk candesartan akan dilemahkan oleh NSID termasuk COX2 selektif.
Peningkatan kosentrasi serum litium secara reversible dan terjadinya toksisitas dilaporkan selama penggunaan litium besama dengan ACE inhibitor, dan hal yang sama terjadi dengan angiostensin II reseptor antagonis.

PERINGATAN
1.      Toksisitas pada janin
Kategori pada kehamilan : D
Penggunaan obat yang bekerja terhadap system rennin angiostensin selama trimester 2 dan 3 kehamilan akan mengurangi fungsi ginjal pada janin dan meningkatkan morbiditas dan mortalitas pada janindan bayi baru lahir. Pembentukan oligohydramnios dihubungkan dengan terjadinya hipoplasia pada janin dan deformasi otot. Efek samping yang potensial terjadi pada bayi yang baru lahir adalah hipoplasia, anuria, hipotensi, gagal ginjal dan kematian. Jika kehamilan terdeteksi dianjurkan untuk penghentian konsumsi obat golongan ini.


2.      Morbiditas pada bayi
Pasien dengan usia dibawah satu tahun tidak boleh diberikan candesartan. Obat yang bekerja langsung pada system rennin angiostensin dapat memberikan efek buruk pada perkembangan ginjalnya.
3.      Hypotensi
Pada pasien dewasa dan anak-anak dengan pengaktifan system rennin angiostensin atau pasien yang rendah natrium ( pengobatan dengan diuretic) hipotensi simptomayik dapat terjadi.
4.      Gangguan fungsi hati
Berdasarkan data farmakokinetik, dimana peningkatan secara signifikan AUC (Area Under Curva) Candesartan dan konsentrasi maksimum di dalam darah pada pasien dengan kerusakan hati sedang, maka dosis wal yang lebih rendah harus dipertimbangkan pada pasien dengan kerusakan hati.
5.      Penurunan fungsi ginjal
Sebagai konsekuensi dari penghambatan system rennin-angiostensin-aldosteron, yaitu perubahan fungsi ginjal, dapat diantisipasi pada beberapa individu dengan pemberian terapi candesartan. Pada pasien yang fungsi ginjalnya bergantung pada  aktivitas system rennin-angiostensin-aldosteron (pasien gagal jantung berat), terapi dengan ACE dan angiostensin reseptor antagonis bisa menimbulkan oliguria dan/atau azotemia progresif dan jarang terjadi gagal ginjal akut atau kematian. Dalam kasus yang sama dapat diantisipasi pada pasien dengan pemberian terapi candesartan. Pada pasien gagal jantung yang diterapi dengan kandesartan, peningkatan serum kreatinin mungkin terjadi. Pengurangan dosis, penghentian terapi antidiuretik atau candesartan mungkin diperlukan.
6.      Hiperkalemia
Pada pasien gagal jantung yang diterapi dengan candesartan, hiperkalemia mungkin terjadi, khususnya ketika diberikan bersamaan dengan ACE inhibitor atau diuretic hemat kalium seperti spironolakton. Selama terapi dengan candesartan pada pasien yang gagal jantung perlu dievaluasi peningkatan kalium secara periodic.

KEUNTUNGAN

1.      Pencegahan stroke
ARB memperlihatkan efek positif terhadap pencegahan stroke, walaupun hasil studi dalam area ini masih terbatas. Dalam suatu studi ACCESS ( Acute Candesartan Cilexetil therapy in Stroke Survivors) memperlihatkan bahwa candesartan cilexetil, dengan dosis yang dititrasi sampai dosis maksimum 16 mg/hari, memiliki toleransi yang baik pada pasien dengan serangan stroke akut. ACCESS di design secara random, double-blind, dikontrol dengan placebo untuk menilai keamanannya untuk menurunkan tekanan darah pada awal serangan stroke. Candesartan cilexetil diberikan sebagai terapi selama minggu pertama setelah serangan stroke iskemik secara signifikan akan memperbaiki morbiditas dan mortalitas dibandingkan dengan placebo.
  1. Hipertensi
Pada terapi prehipertensi, pemberian obat ini dapat mengurangi risiko hipertensi yang dibuktikan dalam studi 4 tahun yang dinamakan Trial of Preventing Hypertension (TROPHY). Dalam setting studi tersebut, selama 2 tahun terapi, pasien yang diberi candesartan cilexetil 16 mg sekali sehari ternyata dapat menunda terjadinya onset hipertensi tahap 1 setelah obat tersebut dihentikan. Secara substansial, juga didapatkan hasil bahwa candesartan cilexetil menekan onset hipertensi tahap 1 selama dua tahun terapi dan memperpanjang periode bebas hipertensi selama studi. Hasil studi ini telah dipublikasikan di New England Journal Medical Maret 2006.
Pada terapi hipertensi, inilah data yang didapat dari studi Candesartan Antihypertensive Survival Evaluation in Japan (CASE-J). Studi ini mengungkapkan efikasi obat dalam mengurangi mortalitas dan morbiditas kardiovaskular pada pasien hipertensi berisiko tinggi dengan membandingkan candesartan dan amlodipine, antihipertensi golongan kalsium antagonis yang banyak digunakan. Studi dilakukan di Jepang selama 3 tahun atau lebih. Subjek dalam studi ini memiliki lebih dari satu faktor risiko berikut : memiliki tekanan darah sistolik > 180 dan/- atau 110 mmHg, memiliki diabete tipe 2, risiko serebrovaskular, risiko penyakit ginjal dan vaskular. Hasilnya, candesartan dan amlodipine secara ekual dapat mengurangi kejadian kardiovaskular pada pasien hipertensi dengan risiko tinggi dengan manajemen tekanan darah yang ketat yaitu <140 b="b" mmhg.="mmhg."> Candesartan ternyata lebih menekan progresi disfungsi ginjal pada pasien yang mengalami gangguan ginjal, mengurangi mortalitas total pada pasin obesitas dan mencegah onset diabetes dibanding amlodipine. Penurunan yang lebih besar secara signifikan pada nilai left ventricular mass index (LVMI) juga ditemui pada kelompok candesartan dibanding kelompok amlodipine. Candesartan lebih efektif dibandingkan amlodipine dalam mencegah perburukan fungsi ginjal pada pasien CKD.
Diantara ARB, candesartan bersifat poten, selektivitas tinggi, (AT1). Karena ikatannya yang kuat, dan disosiasi lama dari reseptor, candesartan memiliki efek antihipertensif yang kuat, tergantung dosis, dan efek antihipertensifnya lama. Candesartan tidak mempengaruhi homeostasis glukosa atau profil lipid serum dan efektif dalam menurunkan tekanan darah dan microalbuminuria pada pasien hipertensi dengan diabetes tipe 2 (Ramzi,2007).

3.      Nefropati diabetes
Peningkatan tekanan darah sistolik berubungan dengan komplikasi dari DM, dan juga terdapat hubungan antara perkembangan penyakit ginjal dengan tekanan darah pada pasien dengan DM tipe II. Beberapa studi yang dilakukan menunjukkan keuntungan secara klinik pemberian ARB secara monoterapi atau kombinasi dengan obat antihipertensi lainnya untuk mengurangi mikroalbuminuria dan proteinuria serta memperlambat terjadinya nefropati.
Pada diabetes akan terjadi pelebaran membran basal glomerulus, mungkin akan mencapai 3 sampai 4 kali lipat dari ukuran normal. Ini berhubungan dengan berkurangnya integritas membrane glomerulus dan terganggu kemmpuannya bekerja sebagai saringan protein. Mikroalbuminuria merupakan tanda kerusakan ginjal pada pasien dengan atau tanpa diabetes dan memprediksikan kerusakan cardiovaskular serta terjadinya resiko kematian. Hubungan antara eksresi albumin dan resiko cardiorenal merupakan bagian dari rangkaian dan adanya hubungan respon-dosis antara derjat albuminuria dan risiko cardiovascular. Peningkatan laju dari ekresi albumin di urin memprediksikan adanya kerusakan organ target, tidak hanya terjadinya nefropati pada ginjal tapi juga kerusakan  ventrikel kiri jantung dan infark miokardium, dan stroke pada otak. Terapi hipertensi dengan ACE inhibitor dan ARB merupakan landasan utama dalam menangani mikroalbuminuria, sama baiknya pada tahap lanjut albuminuria klinik pada pasien diabetes tipe 1  dan tipe 2. Ada penurunan albuminuria dan tekanan darah secara signfikan pada penerima candesartan dalam 3 dosis berbeda dibandingkan plasebo. Rata-rata penurunan albuminuria adalah 33% untuk candesartan 8 mg, 59% untuk candesartan 16 mg, dan 52% untuk candesartan 32 mg, dibandingkan plasebo. Albuminuria berkurang secara signifikan pada dua dosis tertinggi candesartan dibandingkan dosis terendah. Kemampuan system renin angiostensin untuk menghambat, mencegah atau menunda perkembangan nefropati dan disfungsi ginjal cukup baik, karena system renal angiostensin memainkan peranan kritis pada perkembangan penyakit ginjal kronis. Karena itu, dalam sebuah guideline, ARB merupakan terapi yang tepat dan efisien pada pasien dengan hipertensi dan DM dari tahap awal penyakit. Penghambatan reseptor angiotensin II oleh AT1-receptor blocker bisa memberikan penekanan yang besar terhadap efek angitensin II yang disebabkan oleh reseptor angiotensin I dan ini juga mungkin dilakukan oleh ACE inhibitor. Angiotensin II mempengaruhi pertumbuhan sel dan apoptosis, inflamasi, fibrosis dan koagulasi. Penghambatan system renin angiotensin akan menghambat efek patofisiologi dan memberikan keuntungan pada DM dengan nefropati diabetes untuk menurunkan tekanan darah.

4.      Retinopati diabetes
Retinopati merupakan komplikasi yang umum terjadi pada diabetes dan bisa menyebabkan kebutaan. Studi DIRECT (diabetic retinopathy Candesartan Trials) yang dirancang untuk melihat apakah terapi candesartan cilexetil efektif untuk mencegah perkembangan retinopati diabetes. Sebanyak 5000 pasien diikuti selama 3 tahun pada satu dari 3 kelompok acak, double blind, menggunakan placebo sebagai control pada pasien dengan DM tipe I tanpa diabetes retinopati, pasien dengan DM tipe I dan tipe II dengan retinopati diabetes. Pasien secara random akan menerima candesartan cilexetil 16-32 mg/hari atau placebo. Hasil yang positif pada studi DIRECT akan menjadi perkmbangan yang sangat bernilai pada penanganan pasien dengan diabetes

5.      Pencegahan terhadap new onset DM
Penemuan terakhir terhadap perlambatan laju yang signifikan pada new-onset DM antara penerima ARB pada beberapa penelitian yang menunjukkan efek ARB yang beragam terhadap resistensi insulin. Candesartan mengurangi resiko new-onset DM pada studi SCOPE dan 22% pada studi CHARM.
Dalam studi EURODIAB Controlled Trial of Lisinopril in Insulin-dependent Diabetes Mellitus (EUCLID) menunjukkan hubungan antara system renin angiotensin dalam terjadinya retinopati diabetes. Candesartan cilexetil merupakan antagonis reseptor angiotensin II yang sangat poten yang memiliki efek menguntungkan terhadap hipertensi dan jantung, ginjal dan penyakit serebrovaskular.
Anlisis pos hoc uji klinik telah menyarankan bahwa penghambatan system RAA bisa menurunkan onset DM. penghambatan RAAS meningkatkan pengiriman insulin dan glukosa ke otot skeletat peripheral atau meningkatkan pelepasan insulin atau insulin responsive, kemungkinan kedua meningkatkan konsentrasi kalium plasma, yang menyebabkan meningkatnya sensitivitas insulin. Candesartan mengurangi jumlah pasien yang berkembang menjadi DM (Zeeshan,2011)       

6.      Memperbaiki resistensi insulin perifer
Terapi dengan ACE inhibitor dan ARBs dapat memperbaiki resistensi insulin perifer pada hewan dan secara klinik. Mekanisme kenapa penghambatan system renin angiostensin aldosteron mempunyai efek yang menguntungkan dan berespon terhadap insulin  belum secara utuh dimengerti. Perubahan sensitivitas insulin pada perifer setelah terapi dengan ARBs atau ACEi kemungkinan terjadi karena perubahan aliran darah local menuju ketempat pengambilan glukosa. Tetapi efek non hemodynamic juga dilaporkan. Pada tikus tipe Zucker yang obesitas, menunjukkan bahwa pemberian ARBs yang lama akan menghasilkan peningkatan yang signifikan dari kerja GLUT-4 pada otot polos, pengurangan asam lemak plasma dan peningkatan respon terhadap insulin. Disamping itu, juga terjadi peningkatan aktifitas heksokinase, enzim penting dalam metabolisme glukosa pada otot polos.
Penelitian terbaru menunjukkan bahwa ARB menginduksi peroxisome proliferators-activated receptor (PPARγ) yang berperan dalam mekanisme insulin sensitizing/ antidiabetik efek dan kemungkinan mencegah dan mengobati diabetes dan penyakit kardiovaskuler pada populasi dengan resiko besar 



2 komentar:

Unknown mengatakan...

daftar pustakanya gak ada ya.. sumbernya dari mana

NH2 mengatakan...

to jonathan
daftar pustakanya
Anonim, 2008, Guidelines and Protocol Chronic Kidney Disease-Identification,Evaluation and Management of Patients, British Columbia Medical Asociation

Anonim. 2009. Pelayanan Informasi Obat. Jakarta: Departemen Kesehatan RI press.

Aryanti, Y., 2009, Studi Penggunaan Obat Anti Hipertensi pada Pasien Penyakit Ginjal Kronik, Buletin Penelitian RSUD Dr Soetomo Vol 11, No2

Depkes RI, 2006, Pedoman Pelayanan Farmasi (Tata Laksana Terapi Obat) untuk Pasien Geriatri, Departemen Kesehatan, Jakarta

Dipiro, J.T., Talbert, R.L., Yee, G.C., Matzke, G.R., Wells, B.G., Posey, L.M., 2005, Pharmacotherapy, 6th ed., Appleton & Lange, USA.


Katzung, 2010. Farmakologi Dasar dan Klinik . Edisi 10. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran
Martindale. 2007. The Complete Drugs Reference. Ed. 36. London, Chicago: Parmaceutical Press.
Neal, M.J., 2002, At a Glance Farmakologi Medis edisi kelima, Erlangga Medical Series, Jakarta

WHO Department of Noncommunicable Disease Surveillance Geneva. Definition, Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus and its Complications. Report of a WHO ConsultationPart 1: Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus . 1999

Cernes, Mashavi,Zimlichman. 2011. Differential clinical profile of candesartan
compared to other angiotensin receptor blockers. Dovepress
de Zeeuw D, Remuzzi G, Kirch W. 1997. Pharmacokinetics of candesartan cilexetil in patients with renal or hepatic impairment. J Hum Hypertens. 1997 Sep;11 Suppl 2:S37-42
Khawaja Z, Wilcox C. 2011. An overview of candesartan in clinical practice. Expert Rev Cardiovasc Ther. 2011 August ; 9(8): 975–982

L. Lin, W. E. Phillips, and R. D. Manning Jr. 2009. Intrarenal angiotensin ii is associated with inflammation, renal damage and dysfunction in dahl salt-sensitive hypertension. J Am Soc Hypertens. 2009 September 1; 3(5): 306–314

Okpechi I, Rayner B. 2010. Update on the role of candesartan in the optimal management of hypertension and cardiovascular risk reduction. Dovepress


Rosa M L D. 2010. Cardio classics revisited – focus on the role of candesartan. Dovepress

Ramzi,Sophie,Roland. 2007. Effect of candesartan cilexetil on diabetic and non-diabetic hypertensive patients: meta-analysis of five randomized double-blind clinical trials. Dove Medical Press Limited

Schmieder E, Martin S, Lang G, Bramlage P, Böhm M.2009. Review article: Angiotensin Blockade to Reduce Microvascular Damage in Diabetes Mellitus. Deutsches Ärzteblatt International⏐Dtsch Arztebl Int 2009; 106(34–35): 556–62