Terapi farmakologi untuk diabetes bisa dibagi
menjadi dua yaitu insulin dan obat hipoglikemi oral. Untuk terapi ada berbagai
jenis sediaan insulin yang tersedia, yang terutama berbeda dalam hal mula kerja
(onset) dan masa kerjanya (duration). Insulin untuk terapi dapat digolongkan
menjadi 4 kelompok, yaitu : (1) insulin masa kerja singkat (short
acting/insulin), disebut juga insulin regular (2) insulin masa kerja sedang
(intermediet-acting) (3) insulin masa kerja sedang dengan mula kerja cepat (4)
insulin masa kerja panjang (long acring insulin) (Anonim,2005).
Respon individu terhadp terapi
insuli
n cukup beragam, oleh sebab itu jenis sediaan insulin mana yang diberikan kepada seorang penderita dan frekuensi penyuntikannya ditentukan secara individual, bahkan seringkali memerlukan penyesuaian dosis terlebih dahulu. Umumnya pada tahap awal diberikan sediaan insulin dengan kerja sedang, kemudian ditambahkan insulin dengan kerja singkat untuk mengatasi hiperglikemia setelah makan. Insulin kerja singkat diberikan sebelum makan, sedangkan insulin kerja sedang umumya diberikan satu atau dua kali sehari dalam bentuk suntikan subkutan. Namun karena tidak mudah bagi penderita untuk mencampurnya sendiri maka tersedia sediaan campuran tetap dari kedua jenis insulin regular ® dan insulin kerja sedang (NPH) (Anonim,2005).
n cukup beragam, oleh sebab itu jenis sediaan insulin mana yang diberikan kepada seorang penderita dan frekuensi penyuntikannya ditentukan secara individual, bahkan seringkali memerlukan penyesuaian dosis terlebih dahulu. Umumnya pada tahap awal diberikan sediaan insulin dengan kerja sedang, kemudian ditambahkan insulin dengan kerja singkat untuk mengatasi hiperglikemia setelah makan. Insulin kerja singkat diberikan sebelum makan, sedangkan insulin kerja sedang umumya diberikan satu atau dua kali sehari dalam bentuk suntikan subkutan. Namun karena tidak mudah bagi penderita untuk mencampurnya sendiri maka tersedia sediaan campuran tetap dari kedua jenis insulin regular ® dan insulin kerja sedang (NPH) (Anonim,2005).
Obat hipoglikemik oral dibagi
menjadi beberapa golongan yaitu : (1) obat yang meningkatkan sekresi insulin,
meliputi obat hipoglikemik oral golongan sulfonilurea dan glinida (meglitinida
dan turunan fenilalanin) (2) sensitizer insulin (obat-obat yang meningkatkan
sensitifitas sel terhadap insulin), meliputi obat-obat hipoglikemik golongan
biguanida dan tiazolidindion yang dapat membantu tubuh untuk memanfaatkan
insulin secara lebih efektif (3) inhibitor katabolisme karbohidrat, antara lain
inhibitor alfa glukosidase yang bekerja menghambat absorbsi glukosa dan umum
digunakan untuk mengendalikan hiperglikemia post prandial (Anonim,2005)
GOLONGAN SULFONILUREA
Obat yang termasuk kelompok sulfonilurea ini adalah glibenclamid,
gliburid, glipizid, glikazid, glimipirid, glikuidon. Paling sedikit dikenal
tiga mekanisme kerja dari sulfonilurea (1) pelepasan insulin dari sel beta (2)
pengurangan kadar glukagon dalam serum dan (3) efek ekstrapankreas untuk memperkuat
kerja insulin pada jaringan target.
Pelepasan insulin dari sel
beta pankreas: sulfonilurea terikat pada
reseptor spesifik yang berhubungan dengan saluran kalium pada membran sel Beta.
Pengikatan sulfonilurea menghambat keluarnya ion kalium melalui saluran dan
menghasilkan depolarisasi. Depolarisasi akan membuka saluran kalsium yang bermuatan
listrik dan mengakibatkan masuknya kalsium dan penglepasan prabentuk insulin.
Penghambat saluran kalsium dapat mencegah kerja sulfonilurea in vitro, tetapi
ini memerlukan konsentrasi penghambat kalsium 100-1000 kali kadar teraupetik
untuk mencapai hambatan itu, mungkin karena saluran kalsium berhubungan dengan
sel Beta yang tidak identik dengan saluran kalsium tipe L sistem
kardiovaskuler. Lebih lanjut diazoxid suatu tiazid mirip pembuka saluran
kalium, menghalangi efek insulinotropik sulfonilurea (sama seperti glukosa).
Penyelidikan ini juga memberikan suatu penjelasan mengenai efek hiperglikemia diuretik
tiazid (Katzung,1997).
Sintesis insulin tidak diransang dan
bahkan tidak dikurangi oleh sulfonilurea. Pelepasan insulin dalam respon dalam
glukosa ditingkatkan. Ada beberapa bukti yang menunjukkan bahwa setelah terapi
sulfonilurea jangka panjang, kadar insulin serum tidak meningkat oleh obat ini
dan bahkan menurun. Observasi ini dirumitkan oleh kenyataan bahwa kebanyakan
data tersebut didapat dari tes toleransi glukosa oral bahkan suatu pengukuran
dari respon sel pankreas. Setelah makan makanan campuran yang mengandung
protein seperti karbohidrat, manfaat efek pengobatan kronis sulfonilurea umumnya
dihubungkan dengan peningkatan kadar insulin serum (Katzung,1997).
Penurunan konsentrasi
glukagon serum. Pemberian sulfonilurea menahun
pada penderita diabetes yang tidak tergantung insulin akan menurunkan kadar
glukagon serum. Hal ini dapat menyokong efek hipoglikemik obat ini. Mekanisme
efek penekanan sulfonilurea ini terhadap kadar glukagon belum jelas, tetapi
mungkin melibatkan penghambatan langsung yang disebabkan karena peningkatan
pelepasan insulin dan somatostatin, yang menghambat sekresi sel A
(Katzung,1997).
Potekanan darah kerja
insulin pada jaringan target. Terdapat bukti
bahwa peningkatan pengikatan insulin ke jaringan reseptor terjadi selama
pemberian sulfonilurea pada penderita diabetes tipe II. Peningkatan dalam jumlah reseptor dapat meningkatkan efek, dicapai dengan
konsentrasi agonis tertentu, suatu kerja sulfonilurea seperti itu akan menambah
potekanan darah efek insulin penderita dalam kadar rendah Maupun insulin
eksogen. Walaupun demikian, efek in vivo ini tidak terjadi bila insulin
in vitro ditambahkan pada insulin jaringan target. Lebih lanjut, pada penderita
diabetes yang bergantung pada insulin tanpa sekresi insulin endogen, maka
terpai sulfoil urea belum terbukti memperbaiki kontrol glukosa darah,
meningkatkan sensitivitas terhadap pemberian insulin, atau meningkatkan
pengikatan insulin oleh reseptor (Katzung,1997).
Efek samping obat hipoglikemik oral
golong sulfonilurea umunya ringan dan frekuensinya rendah, antara lain gangguan
saluran cerna dan gangguan syaraf pusat. Gangguan saluran cerna berupa mual,
diare, sakit perut, hipersekresi asam lambung dan sakit kepala. Gangguan
susunan saraf pusat berupa vertigo, bingung, ataksia dan lain sebagainya. Gejala
hematologik termasuk leukopenia, trombositopenia, agranulositosis dan anemia
aplastik dapat terjadi walau jarang sekali. Klorpropramida dapat meningkatkan
ADH (antidiuretik hormon). Hipoglikemia dapat terjadi jika dosis tidak tepat
atau diet terlalu ketat, juga pada gangguan fungsi hati atau ginjal atau
pada lansia. Hipoglikemia sering
diakibatkan oleh obat-obat hipoglikemik oral dengan masa kerja panjang (Anonim,2005).
Obat kangen ada gak Uni...? :)
BalasHapusada...obatnya ketemuan...
BalasHapustentang kesehatan
BalasHapusobat kista ginjal
obat herbal sinusitis
boleh nggak metformin di barengi dengan glibenclamide dan apa efek sampingnya ,Terima kasih
BalasHapusmetformin boleh di gabung dengan glibenclamid. tapi harus dilihat kadar gula darahnya.
BalasHapusuntuk terapi pertama yang dianjurkan adalah metformin, jika dengan metformin kadar gula darah yang diharapkan belum tercapai, bisa dikombinasi dengan golongan lain, misalnya glibenclamid. tapi harus hati-hati terhadap efek samping hipoglikemi (turunnya kadar gula di dalam darah.
Jdi kerjanya glibenkamid tuh kerjanya menjaga penyerapan ca buat sekresi insulin? Glibenkamid memperbaiki sel beta nya ga?
BalasHapus